Minggu, 17 Oktober 2010

Kasus Andi Nurpati Bukan Masalah Hukum Tapi Etika

TUGAS ETIKA BISNIS_2 (ETNIS_2)
Kasus Andi Nurpati Bukan Masalah Hukum Tapi Etika

OLEH: ARIEF TURATNO
Sumber : http://www.jakartapress.com/ Selasa, 22/06/2010

DALAM bantahannya mengenai rumor yang menyerang diri anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati mengatakan bahwa dimasuknya dia menjadi pengurus partai tidak merasa melanggar hukum, ataupun perundangan. Andi mengatakan undang-undang (UU) yang mana yang dilanggarnya, karena sejauh ini tidak ada aturan yang melarang anggota KPU menjadi anggota atau pengurus partai politik. Benarkah?

UU atau peraturan hukum memang tidak mengatur semacam itu. Karena itu dalam tulisan saya sebelumnya di rubric ini, Minggu (20/6) yang berjudul MENGAPA PARTAI DEMOKRAT SELALU MEREKRUT ANGGOTA KPU JADI PENGURUS? Saya menulis, bukan persoalan aturan atau perundangan yang dapat menjerat Andi Nurpati, karena memang tidak ada aturan yang melarang dia untuk menjadi anggota partai politik atau pun pengurus partai. Dan inilah yang kemudian digunakan Andi untuk melakukan bantahan kepada orang-orang yang menyerangnya.

Dan karena itu pula waktu itu saya mengatakan bukan aturan yang dilanggar, tetapi etika, soal kesopanan dalam berpolitik. Karena meskipun buruknya kayak apa kita berpolitik, mestinya etika dan kesopanan berpolitik harus tetap kita jaga. Moral harus kita utamakan. Mengapa? Sebab partai politik adalah sebuah wadah untuk menyampaikan tujuan bersama dalam tujuan-tujuan politik yang bermuara kepada kekuasaan. Dan itu diakui atau tidak, adalah mandat rakyat.

Karena tidak ada gunanya sebuah partai politik kita bangun, kalau tidak mendapat dukungan dari rakyat. Rakyat yang semakin cerdas pasti akan memilih, menilai, partai politik mana yang pantas untuk dipilih. Mereka pasti tidak akan suka memilih atau bersimpati kepada partai yang diisi orang-orang yang tidak bermoral. Rakyat pasti akan memilih partai politik yang didalamnya diisi orang-orang yang santun dan tetap menjaga etika politik.

Partai Demokrat yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) begitu menariknya terhadap rakyat, karena figure SBY mampu menunjukan etika, moral, yang dianggap sebagian masyarakat sebagai tuntunan. Nah, kita bandingankan dengan sikap Andi Nurpati. Dia bolah saja berkilah bahwa tidak ada aturan maupun perundangan yang dilanggar. Tidak ada aturan yang melarang untuknya menjadi pengurus partai p;olitik. Namun mari kita bertanya kepada hati nurani Andi Nurpati sendiri, apakah etis menjadi anggota maupun pengurus partai politik, sementara dirinya masih terikat sebagai anggota KPU?

Padahal, semua orang tahu bahwa KPU adalah lembaga independent yang para anggota dan ketuanya dipilih dari orang-orang yang bukan anggota maupun pengurus partai politik. Dan itu adalah persyaratan mutlakn yang harus dipenuhi ketika mereka menjadi bagian dari KPU. Memang setelah menjadi anggota atau Ketua KPU tidak ada larangan menjadi anggota atau pengurus partai. Namun, sekali lagi ini masalah etika dan moral, bukan soal aturan tetek bengek.

Dan semua orang juga menyoal etika dan sopan santun dalam berpolitik Andi Nurpati. Untuk Partai Demokrat sendiri, mestinya juga sadar, bahwa etika politik harus dijaga. Mungkin saja Partai Demokrat ingin memenangkan Pmeilu 2014. Namun, raihlah---kalau bisa---dengan cara yang wajar, etis dan tetap dalam koridor sopan santun politik.

Kita terus terang khawatir bila kasus Andi Nurpati kelak menjadi model, menjadi contoh dari perilaku politik ngawur. Kita khawatir, jika rakyat nantinya semakin muak dengan partai politik, karena melihat para badut yang menjadi pengurusnya. Kita khawatir bilamana semua orang apriori terhadap partai politik, karena mereka jauh dari norma dan kaidah politik yang santun sesuai dengan adat ketimuran. Kalau semua sudah begitu, maka muncul pertanyaan buat apa ada partai politik.

Karena, toh kenyataan keberadaan partai politik tidak memberikan tauladan, contoh, dan pembelajaran politik yang bagus. Partai politik hanya menjadi semacam aksesori agar negara kita terlihat sebagai negara yang demokratis, negara yang mengatur tentang hak-hak warga negara dalam ikut mengelola bangsa. Atas dasar pemahaman semacam inilah kita berharap kasus Andi Nurpati cukup di sini saja. Dan lain kali tidak perlu ada yang menyontohnya! (*)

Sumber : http://www.jakartapress.com/

MONOPOLI – KASUS PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

A. Latar belakang masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.

B. Pengertian monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum perusahaan monopoli menyandang predikat jelek karena di konotasikan dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam praktiknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.

C. Jenis monopoli
Ada dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.

Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.

D. Ciri pasar monopoli
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
Dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.

E. Undang-undang tentang monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besra, dalam banyak hal praktik monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena bila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh Negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-monopoli.
Di Indonesia untuk mengatur praktik monopoli telah dibuat sebuah undang-undang yang mengaturnya. Undang-undang itu adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.

F. Rumusan masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.

2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.

Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.



G. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.

H. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

I. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.

J. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
K. Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.

Sumber : http://go2.wordpress.com/?id=725X1342&site=lppcommunity.wordpress.com&url=http%3A%2F%2Flppcommunity.wordpress.com%2F2009%2F01%2F08%2Fetika-bisnis-monopoli-kasus-pt-perusahaan-listrik-negara%2F&sref=file%3A%2F%2Flocalhost%2FD%3A%2F4EA01%2FETIKA_BISNIS%2FEtika%2520bisnis%2520%2520Monopoli%2520%E2%80%93%2520Kasus%2520PT.%2520Perusahaan%2520Listrik%2520Negara%2520%C2%AB%2520LPP%2520Community!.htm